RANAH 3 WARNA
Karya A. Fuadi
SINOPSIS
Novel ini merupakan novel kedua dari
trilogi Negeri 5 Menara. Namun di
sini, difokuskan pada kisah Alif. Alif baru saja lulus dari Pondok Pesantren
Madani. Ia memiliki mimpi untuk belajar di negara Paman Sam. Dengan semangat
yang membara ia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun
kawan karibnya, Randai, meragukan dia untuk bisa lulus UMPTN (Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri). Lalu Alif sadar, ada satu hal penting yang ia tidak
miliki untuk menempuh UMPTN, yaitu ijazah SMA. Tapi ayah Alif sudah berjanji
untuk mengurus segala keperluannya untuk mendapat ijazah SMA melalui
ujian persamaan. Waktu ujian persamaan tinggal dua bulan. Alif hanya sabar
karena banyak yang meremehkan kemapuannya. Akhirnya hari yang di
nanti–nanti datang juga. Hanya beberapa soal saja yang bisa Alif jawab dengan
yakin sisanya ia jawab dengan ragu. Alif keluar ruangan ujian dengan perasaan
yang tidak tenang juga penyesalan yang mendalam. Beberapa minggu kemudian hasil
ujian persamaan keluar juga. Dengan takut–takut Alif datang ke kantor panitia
untuk melihat hasil ujian. Ia bersyukur dan sangat bahagia karena berhasil
walaupun nilainya pas-pasan.
Perjuangannya belum berakhir. Ia
harus belajar untuk mengikuti tes UMPTN. Alif membuka buku panduan tentang
universitas dan jurusan-jurusan. Ia bingung dan takjub. Akhirnya pilihannya
jatuh pada jurusan Hubungan Internasional. Dengan semangat dan tekad yang
bulat, ia pun berusaha dengan sekuat tenaga. Belajar, itulah kegiatan yang
dilakukan Alif sehari–hari. Pernah sekali ia merasa bosan tetapi mendapat
semangat akhirnya ia kembali berjuang sampai hari itu pun tiba. Tes UMPTN. Alif
mencoba untuk tenang menghadapi ujian ini. Berhari–hari perasaan Alif tidak
tenang. Setelah kurang lebih 3 minggu akhirnya hasil UMPTN dimuat di surat
kabar Haluan. Dan nasib baik
lagi-lagi berpihak pada Alif. Ia diterima di Universitas Padjajaran.
Alif bersiap untuk berangkat ke
Bandung. Alif dihadiahi sepatu kulit bewarna hitam oleh ayahnya ketika mau
berangkat ke kota Bandung. Belakangan Alif tahu bahwa sepatu kulit itu dibeli
dari hasil menjual motor bebek kesayangan ayahnya dan juga untuk membiayai
kuliah Alif, hal itu membuat Alif terpacu untuk belajar serius dan menjadi yang
terbaik di kampusnya. Sesampainya di Bandung, ia menumpang sementara di rumah
Randai karena ia belum menemukan kos. Di sinilah perjalanan Alif dimulai.
Inilah hari pertama Alif untuk masuk kuliah. Hari pertama Ospek, terjadi
pertengkaran antara Alif dan senior. Alif yang tidak pernah mengenal Ospek
merasa bahwa hal itu kurang perlu. Berakhirlah mereka di kantor dekan. Setelah
Ospek selesai, angkatan Alif dianggap sebagai angkatan Malin Kundang karena
sudah berani melawan senior apalagi dengan melakukan pertengkaran
besar–besaran.
Beberapa bulan menjadi mahasiswa
Unpad, ia mendapat berbagai rintangan. Tapi ia selalu bekerja keras. Keinginannya
untuk belajar menulis ia tekuni dan berguru kepada Bang Togar yang mendidiknya
sangat keras. ia terus belajar sampai mendnegar kabar bahwa ayahnya meninggal.
Setelah itu Alif menjadi tulang punggung keluarga. Ia hampir putus asa, tetapi
bukan Alif namanya kalau menyerah begitu saja. Ia terus belajar menulis hingga
banyak tulisannya yang dimuat media massa demi menghidupi dirinya sendiri.
Alif juga berusaha untuk mendaftar
pertukaran pelajar ke Amerika. Hanya bermodal niat dan tekad yang kuat, akhirnya
Alif pun lolos seleksi dengan berbagai pertimbangan dari panitia penyelenggara.
Kanada, itulah tujuan Alif setelah lolos seleksi pertukaran pelajar. Raisa,
anak yang Alif sukai sejak masuk Unpad juga lolos seleksi pertukaran pelajar.
Tidak lama kemudian ia pun berangkat ke Kanada.
Di Montreal, Kanada, Alif berasa
seperti mimpi. Ia tidak percaya bisa menginjakkan kakinya di sana. seperti
mimpinya dulu. Semula niatnya mengikuti pertukaran pelajar ini adalah untuk
menambah kemampuannya untuk lebih fasih berbahasa inggris tetapi panitia
menghendaki lain, memang di Kanada tetapi Alif tidak berbaur dengan orang–orang
Kanada yang berbahasa Inggris tetapi berbahasa Perancis. Selama di Kanada, Alif
tinggal bersama homestay parent bernama Franco Peppin. Orang itu sangat baik,
dan Alif menganggap orang tua sendiri. Selama tinggal di Kanada, Alif mendapat
tugas untuk bekerja di SRTV, Stasiun TV Lokal Quebec City.
Walau sibuk, Alif masih menyempatkan
diri untuk menulis, hobinya yang tidak akan hilang. Banyak hal yang ia lalui
selama di Kanda. Ia pernah meliput Monsieur Janvier, seorang tokoh
Politik terkenal Kanada. Tidak hanya itu, Alif juga pernah mewawancarai seorang
Indian yang ahli dalam berburu yaitu Lance Katapatuk. Dan dari
pengalamannya pernah meliput Lance Katapatuk, Alif mendapat sebuah
kenang–kenangan persaudaraan berupa sehelai bulu burung elang asli dari dataran
Quebec.
Suatu ketika Alif mendengar
pembicaraan Raisa dengan kawan kerjanya, Dominique, bahwa Raisa tidak ingin
berpacaran, melainkan mencari suami. Dengan itulah Alif menyimpan kembali surat
yang sudah ia buat beberapa bulan lalu. Ia mengurungkan niatnya untuk
menyerahkan surat cinta itu. Waktu cepat berlalu. Setahun setelah itu, Alif
bersama rombongan kembali ke Indonesia. Semua bangga terhadap Alif. Tidak lupa
ia mengirim surat kepada Amaknya di Maninjau. Selanjutnya, Alif menjalani
hidupnya seperti biasa di Unpad. Skripsi di depan mata. Alif dinyatakan lulus. Saat wisuda, Alif
merasa bahagia karena Amak dan kedua adiknya datang. Tak lupa juga ia menyerahkan
surat cintanya kepada Raisa. Namun sayang, Raisa sudah terlebih dulu memiliki
calon suami, yaitu Randai, sahabat karib Alif. Ia hanya bisa menerima dengan
sabar.
Sebelas tahun setelah itu, Alif
pergi ke Kanada untuk mengunjungi homestay
parents-nya bersama sang istri, yaitu Danya Dewanti. Di Kanada, ia kembali
mengenang. Bagaimana perjuangannya dulu hingga bisa sampai ke Kanada.
TANGGAPAN
Banyak inspirasi yang didapat
dari novel ini. Semangat dan perjuangan yang digambarkan oleh penulis untuk tokoh
Alif sangat kuat, hingga memicu semangat pembaca. Bahasanya yang luwes dan
mudah dipahami tidak membingungkan pembaca. Nilai moral dalam novel ini adalah
tentang keagamaan, banyak pula kata-kata penyemangat yang menjadi mantra tokoh
dalam novel ini.
Comments
Post a Comment