NEGERI
5 MENARA
Karya
A. Fuadi
SINOPSIS
Novel
ini merupakan trilogi dari Negeri 5
Menara dan ini adalah novel pertama. Menceritakan tentang seorang remaja
yang bercita-cita bersekolah di SMA Bukittinggi Sumatera Barat bernama Alif Fikri. Walaupun nilai ujiannya
lumayan bagus, tapi sayangnya ia tidak direstui oleh ayahnya untuk menggapai
cita-citanya itu. Ayah Alif menginginkan anaknya untuk bersekolah di Madrasah
Aliyah yang berbasis agama, dengan alasan Amak ingin Alif menjadi ulama. Alif
pun akhirnya menurut dan melanjutkan sekolah di Pondok Madani, Jawa Timur.
Awalnya Amak cemas karena pilihan Alif yang lebih condong ke Jawa Timur, bukan
di dekat rumahnya, karena Alif belum pernah merantau sejauh itu. Tapi akhirnya
Amak bisa melepas Alif untuk merantau.
Kegiatan di Pondok Madani tergolong
berat menurut Alif. Siswa diharuskan belajar 24 jam nonstop dan hanya tidur
beberapa menit saja saat menjelang ujian. Tapi di tengah keketatan aturan itu,
Alif bersama kelima temannya masih bisa menyempatkan diri untuk duduk santai di
bawah menara masjid. Kelima teman Alif yaitu Raja
Lubis dari Medan Sumatera Barat, Dulmajid dari Sumenep, Madura, Baso Salahudin
dari Gowa, Sulawesi, Atang Yunus dari Bandung, Jawa Barat, dan Said Jufri dari
Surabaya, Jawa Timur.
Suatu
saat, seperti biasa, saat Alif dan sahabatnya duduk di bawah menara dan menatap
langit, tanpa sadar awan-awan yang mereka pandangi itu membentuk sebuah pola
negara berdasarkan perspektif mereka masing-masing. Timbul keinginan dalam
benak mereka untuk bercita-cita menuju tempat dalam perspektif mereka sendiri.
Atang berkeinginan untuk pergi ke Mesir, Raja ingin ke London, Alif ingin ke
Amerika, dan Said, Dulmajid, serta Baso ingin tetap di Indonesia. Mereka sering
sekali duduk-duduk di bawah menara besar masjid Madani, karena begitu seringnya
mereka melakukan aktivitas di bawah menara maka mereka dijuluki dengan sebutan
sohibul Menara, yang berarti “yang punya menara.”. Di tahun kedua dan seterusnya
kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik.
Di Pondok Madani, semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga
yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan
bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso, teman alif yang
paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari Pondok Madani karena
permasalahan ekonomi. Alasan mengapa selama setahun ini
tak ada seorang pun yang menengok Baso di Pondok Madani ialah karena Baso sudah
tidak memiliki orang tua kandung. Ia hanya hidup sebatang kara bersama
neneknya. Atang, Alif, Said, dan Dulmajid kaget mendengar hal ini. Mereka sama
sekali tidak tahu kalau Baso tidak memiliki orang tua. Alasan mengapa Baso
ingin menghafal 30 juz A-Quran adalah agar orang tuanya yang sudah tiada itu
dijubahi kemuliaan oleh Allah. Kelima anak itu pun terkejut dan merasa iba
sekaligus bangga dengan Baso. Kepergian Baso itu pun menumbuhkan semangat
tersendiri bagi Alif, Atang, Said, Raja, dan Dulmajid untuk mencapai cita-cita
mereka.
TANGGAPAN
Novel
ini bertemakan motivasi, keagamaan, dan perjuangan. Banyak hal menarik dari
penggambaran suasana sebuah pondok pesantren moderen. Betapa aturan sangat
ketat demi menciptakan peserta didik yang baik, saleh, dan menjadi ulama.
Banyak motivasi dan pelajaran yang dapat dipetik dari novel ini. Pantang menyerah
adalah hal yang menonjol ingin penulis tunjukkan melalui novel ini. Latar yang
menggunakan pondok pesantren memberikan banyak pengetahuan. Beberapa istilah
bahasa arab pun diajarkan dalam novel ini, untuk meletupkan semangat keislaman
dalam berpendidikan.
Comments
Post a Comment